NEGARA, BALIPOST.com-Baliho penolakan reklamasi kembali dipasang di
Kelurahan Dauhwaru, Jembrana. Berbeda dengan baliho penolakan serupa,
baliho yang dipasang para pemuda dari Sekaa Teruna Sanjaya, Banjar
Dauhwaru ini turut memaparkan dasar penolakan dan dampak apabila
reklamasi terus dilakukan. Baliho yang dipasang di pinggir Jalan Ngurah
Rai, Lingkungan Dauhwaru itu sengaja dipasang untuk memberikan informasi
kepada masyarakat yang melintas terkait dampak reklamasi bagi
lingkungan.
Koordinator Gerakan Pemuda Jembrana (GPJ) I Gusti Ngurah
Jelantik, Minggu (31/8) mengatakan, para pemuda di Dauhwaru bukan hanya
ikut-ikutan, melainkan penolakan itu berdasar atas kepedulian mereka
terhadap lingkungan. Karena itu dalam baliho itu dituliskan 10 alasan
mengapa para pemuda menolak reklamasi.
Sepuluh alasan itu,
pertama, akan muncul banjir, karena Teluk Benoa merupakan muara bagi
sungai-sungai di Bali Selatan. Apabila muara itu tidak ada, bukan tidak
mungkin terjadi banjir. Kedua hilangnya paru-paru kota, hutan mangrove
di sekitar Teluk Benoa menjadi paru-paru kota dan jika ditebang, maka
kualitas udara akan menurun. Alasan ketiga, Mengorbankan alam. Teluk
benoa termasuk wilayah konservasi yang harus dilindungi. Keempat,
reklamasi teluk Benoa akan mengubah arus air laut sehingga memperparah
abrasi pantai lain di sekitarnya. Lima, menambah krisis air di mana Bali
Selatan sudah kekurangan air bersih hingga 7,5 miliar kubik per
tahunnya, penambahan hotel di Bali Selatan membuat warga semakin
kekurangan air. Keenam, pembangunan fasilitas pariwisata di atas lahan
hasil reklamasi jelas tidak stabil, ibarat gelas di atas tumpukan buku,
lebih mudah hancur jika ada gempa apalagi tsunami.
Ketujuh, adanya
ketidakseimbangan pembangunan di Bali, Bali Selatan sudah terlalu penuh
dengan pembangunan pariwisata, ketika daerah utara dan timur tidak
diperhatikan. Reklamasi Teluk Benoa hanya memperparah ketidakseimbangan
pembangunan itu. Kedelapan, penambahan hotel akan membuat tingkat hunian
makin rendah, saat ini Bali sudah memiliki 90.000 kamar hotel, vila dan
penginapan dengan rata-rata okupansi hanya 31-51 persen. Alasan ke
sembilan, sudah saatnya Bali serius menggarap pariwisata berbasis
kerakyatan, bukan pariwisata massal yang hanya menguntungkan investor
rakus yang ingin merusak alam Bali.
Alasan kesepuluh adalah
ancaman gagal megaproyek seperti yang sebelumnya yang pernah
dicanangkan. Banyak contoh rencana megaproyek di Bali, namun gagal
seperti Taman Festival di Padanggalak, Bali Turtle Island Development
(BTID) di Serangan, serta Pecatu Graha di Pecatu. “10 alasan itu yang
mendasari kami warga Jembrana menolak reklamasi Teluk Benoa,”
terangnya.(surya dharma/balipost)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar